Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Udah 6 bulan lebih abang zaf dalam hal mengajinya aku serahkan pada ahlinya, sebenarnya jika kami mampu kami pengen banget menghandle sendiri, begitu banyak nikmat pahala yang kami dapat jika abang bisa mampu mengaji lebih baik lagi dengan tajwid yang benar dengan kemampuan dari ayah atau bubunnya, tapi karena ada beberapa hambatan kemampuan kami yang masih kurang makanya kami melimpahkan ke Sekolah Hafidz Quran yang berada di Gayungsari, tapi tetap disini peran orangtua yang utama, orangtuanyapun harus belajar untuk meningkat karena banyak tantangan mengajarkan mengaji ke abang tapi juga ke adik-adiknya.
Awalnya ketika masuk masa pandemi ini metode pengajarannya gak memakai zoom hanya rekam via whatsapp yang sebenarnya saya gak terlalu fokus kesana, pertama karena anak-anak jadinya lebih intens sama hp dan itu gak sesuai dengan value keluarga kami, jadi untuk urusan ngaji abang langsung ditangani sama ayahnya, yang kebetulan lagi Work From Home dan kapabilitas ngaji bahkan hafalan ayahnya memang lebih mumpuni dari saya bubunnya hehe.
Masuk ke semester selanjutnya, lebih ada pencerahan, abang bisa connect langsung ke ustadzahnya melalui aplikasi zoom yang bisa saya tayangkan di laptop, untuk media laptop memang lebih familiar dan bisa kami ijinkan untuk urusan sekolah onlinenya yang memang semenjak 6 tahun ini udah abang ikuti.
Dari sini ayahnya sudah masuk kantor seperti biasanya, abang ngaji tetap sama saya tapi lebih terlihat progress yang abang ikuti via zoom oleh SHQ (Sekolah Hafidz Quran). Nah disini tantangan dimulai, hampir dua bulan kami selalu Briefing and Role Playing (BRP) untuk kasus ini, karena mulai jam 03.30 otomatis waktu tidur siang harus bergeser, apalagi abang memilih untuk belajar sholat ashar sebelum masuk kelas online, abangpun memilih juga pengen mandi sore dulu biar setelah kelas dia langsung bisa main sambil menunggu sholat maghrib, bajunyapun gak perlu diganti karena bisa dipake untuk sholat maghrib. Berangkat dari pilihannya abang, saya bubunnya membuatkan rundowns BRP yang saya lakukan hampir tiap hari sebelum tidur siang.
Rundowns Briefing dan Roleplayingnya seperti ini : (digaris bawahi bahwa ini saya buat sambil berbincang santai sama abang dan abangpun menyepakati yah, tugas saya mencatat biar lebih nancheeeepppp, metodenya saya seperti bertanya sama abang misal ‘bang kalau mulai kelasnya jam 03.30 abang harus tidur jam berapa sih biar enak bangunnya?’ dari jawaban abang saya catat dan kita simulasi, jika cocok baru itu menjadi jadwal panten untuk roleplaying).
Jam 12 siang abang makan siang, setelah itu masuk kamar lalu baca buku sampai jam 1 siang.
Jam 1 siang abang sama kakak ruby udah harus tidur siang.
Jam 3 bubun bangunin dengan jam waker sambil pijat-pijat paha dan betis abang.
Lansung bangun sholat ashar, lalu mandi sore.
Menggunakan baju koko plus kopiah, dan membawa alquran ke depan laptop.
Tugas bubun menyiapkan laptop untuk zoom yang sudah terconnect ke ustadzah.
setelah zoom selesai, minum susu, boleh main.
Pas Adzan maghrib, langsung wudhu. Lanjut ke jadwal seperti biasa. (jadwal seperti biasa itu jadwal yang memang sudah ada dan kami buat udah dari dulu, jadwal maghrib sampai waktu tidur).
Dari sini apakah berjalan lancar?? Hahahaha, Tidak semudah itu esmeralda…
Sebulan itu abang setiap hari telat untuk masuk kelas, bahkan kadang gak mandi pas zoom, hasil BRPpun berkali-kali aku tanyakan, ‘Kalau memang belum mau belajar sholat ashar, yah dipindahi ke sholat dhuhur aja dulu abang sayang’ atau ‘kalau memang gak mau mandi dulu yah nanti kita briefing aja gak usah pakai mandi dulu, digeser mandinya setelah zoomnya’ yang bikin sempat dongkol karena abang ini lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa banget rutinitas sebelum tidurnya yaitu baca buku : kadang sampai jam 2 siang, otomatis jika dibangunin jam 3 agak kusutkan itu mukanya, karena memang gak cukup waktu tidurnya. Awalnya saya biarin oke gak usah mandi, kasak-kusuk nih setiap bangun sore jam udah lewat doi baru bangun, paling parah doi gak sholat ashar plus mandi hehehe. Tapi kami ubah lagi nih kesepakatan, minimal abang taat dengan BRP yang kita buat, tetap belajar sholat ashar dan mandi, jam berapapun masuk abang kelas itu sudah resiko abang sendiri. Lah abang jadinya sedih tiap telat masuk kelas, aku langsung menarik diri putar otak dan nyari simulasi lain.
Saya kembali refleksi diri saya untuk mundur dulu merenungkan apa sih value saya sebenarnya untuk belajar mengaji dan apa alasan saya untuk mengajarkan ke anak-anak saya bahwa pentingnya belajar mengaji semenjak dini?
Seperti biasa dalam perenungan ini anak-anak gak bisa lihat emaknya nganggur, ruby seperti biasa jika kita gak ada kegiatan anaknya selalu meminta untuk dibacaiin buku, setelah bacaain buku aku biasanya beres-beres buku yang rumi udah berantakin juga, heheh terlihat buku Enlightening Parenting Ibu okina yang memang selalu ada disekitar buku anak-anak saya, tujuannya biar lebih gampang diakses aja, seperti halnya ini saya lagi mencari value yang pas untuk saya ajarkan ke anak-anak dalam hal ngaji diusia dini.
Dibuku EP hal 18-19, dikatakan bahwa Pintu Utama Potensi Baik adalah percaya kepada Tuhan atau iman, melalui iman inilah muncul motivasi internal untuk menjaga sifat dan perilaku Taat terhadap apa yang diperintahkan tuhan, serta muncul kegelisahan ketika memiliki sifat dan perilaku yang dilarang Tuhan.
Aku teringat juga Quran Surat Ar-Ra’d ayah 28 : ‘(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”.
Teringat juga ucapan ustadzah saya ketika di batam selalu mengingatkan saya dengan salah satu hadits yaitu “Bacalah Al-Quran karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi para sahabatnya” (HR.Muslim)
Dan juga pernah berbincang sama ustadzah saya di batam ketika saya bertanya tentang motivasi beliau menghafal al-quran sampai sekarang sayapun memegang hadits itu untuk ku jadikan value atas diri saya sendiri tetap semangat membaca, menghafal bahkan mengamalkannya, yaitu “Siapa yang menghafal Alquran, mengkajinya, dan mengamalkannya maka Allah SWT akan memberikan mahkota bagi kedua orangtuanya dari cahaya yang terangnya seperti matahari. Dan kedua orangtuanya akan diberi pakaian yang tidak bisa dinilai dengan dunia. Kemudia kedua orangtuanya bertanya, ‘Mengapa saya sampai diberi pakaian semacam ini?’ Lalu disampaikan kepadanya, ‘Disebabkan anakmu telah mengamalkan Al-quran.’ (HR.Hakim)
Berangkat dari itu semua, saya memberikan pemahaman ke abang sambil kami BRP bahwa pentingnya bubun sama ayah mengajarkan mengaji diusia dini, biarpun saya rasa ini telat banget karena abangnya sudah melewati iqra dan sekarang udah ngaji alquran, tapi ku bersyukur dengan pandemi ini sistem pengajaran yang metodenya berubah mengajarkan saya untuk kembali merestart apa yang menjadi value kami keluarga untuk semangat untuk belajar Al-Quran.
Hampir dua bulan saya berusaha untuk BRP dan hasilnya gak sesuai dengan tujuan saya, otomatis saya merubah tujuan saya dengan menanamkan keyakinan ke abang pentingnya belajar Alquran terkhusus ke saya tentunya. alhamdulillah bisa meningkat, dari data yang saya peroleh udah 2 kali abang taat dengan BRP yang kami buat.
Abang dengan tidur lebih awal, dibangunkan dengan pijatan langsung ambil wudhu dan sholat, saat itu saya bersyukur banget sama Allah dan memberikan pujian ke abang atas usahanya.
Evaluasi dengan Tim Enlightening Parenting (Mba Fira Mahda)
Besoknya saya bercerita sama mba fira, tentang hasil BRP saya yang hampir 2 bulan ini yang sempat nyerah karena saking dongkolnya hehe
Dengan mengawali cerita ini sama mba fira sebenarnya, ini salah satu cara mem-briefing-kan diri sendiri apa yang harus saya siapkan jika anaknya kembali gak taat dan karena saya pengen meningkat apakah memang keberhasilan abang taat kemarin karena hasil BRP yang ku berikan sambil menguatkan ‘Strong Why’?
Mba fira mengatakan Tinggal dipuji efektif dan data, kalau nanti nggak ontime lagi, yah tinggal diingetin (disini aku teringat lagi dibuku EP tentang tugas orangtua salah satunya adalah mengingatkan) mba fira menegaskan bahwa mengingatkan juga dengan cara yang bahagia, menyenangkan dan tanpa paksaan, bukan karena nafsu untuk dituruti anak.
Percakapan dengan mba fira terlihat banyak banget framing yang aku buat terlalu sempit bahkan aku banyak kurang bersyukur dengan kemampuan sang anak yang memang fitrah baiknya dari sang Pencipta-Nya.
Misal saya aja yang usia berkali-kali lipat dari usia abang, masih sering kok gak ontime sholat, gak ngaji bahkan seharian, olahraga juga kadang tergantung situasi dan kondisi, terus kenapa kita menyuruh anak bersikap demikian sedangkan orangtuanya sampai sekarangpun gitu.
Kuncinya kata mba fira, Terima yang sedikit kebaikan dari anak kita (terinspirasi dari quote ibu okina), maka timbul makna syukur, puji jika berhasil. ketika belum, ingatkan dengan menyenangkan.
Nah ketika mengingatkanpun sebaiknya saat emosi anak dan ibunya netral, agar ngobrolnya bahagia, karena jika saling emosi apa yang kita sampaikan ke anak malah gak masuk ke otak anak kita. Jika saya moment yang paling ‘Bubun sekarang milik kamu’ saat masing-masing anak udah mau tidur. mba fira mengatakan : seperti curhat sama anak-anak atau forgiveness, tapi ingat didahului dengan bersyukur lewat data seharian anak yang melakukan hal baik. contoh : Alhamdulillah, tadi abang bubun dengar baca doa sebelum masuk kamar mandi, Alhamdulillah bubun bersyukur hari ini abang lebih cepat di kamar mandinya, Alhamdulillah tadi abang bantuin kak ruby ngeluarin sepedanya. dan sekarang bubun juga mau maafin abang yang hari ini abang belum mau cuci piring, bubun ingat kemarin abang mau cuci piring.
Terima yang sedikit dari anak kita (Fira Mahda)
Nah ada case lagi nih saya cerita sama mba fira, saat sebelum tidur ada kata-kata saya yang berkata ‘Bubun kecewa sama abang karena bla dan bla…’ nah setiap abang ngelakuin kesalahan pasti bilang kesaya ‘Bubun kecewa yah sama abang karena ini dan itu..’ lalu saya tanyakan ke mba fira apakah kata kecewa itu benar yah mba? apakah anak-anak nanti akan berbuat baik biar orangtuanya gak kecewa? karena goalnya saya supaya abang merasa gak ngelakuin itu karena emang dia tau kalau itu gak bagus untuk dilakukan.
Yang paling tertohok dari chat mba fira : Karena seringnya saya kecewa anak juga jadi ingatnya kecewanya dan jadinya tertanam erat perbuatan-perbuatan yang bikin saya kecewa bukan yang bahagia. Mustinya banyakin bahagianya. Bubun bahagiaaaa kalo ini dan itu.. Banyakin bahagianya karena kalau jelek ya gak mungkin, Anak kita mampu ngeludahin kita tapi dia gak ngelakuin. Itu sudah kebaikan. Anak kita nutup keran meski masih netes aja sebenarnua udah 90% udah baik. Terima sedikit darinya.
Misal yang case abang telat masuk online, jam 4 sore baru masuk, itu juga sudah kebaikan, tinggal diapresiasi, bukan gagal, itu berhasil sekian persen. Tinggal orangtua ingatkan dan membantu dia gimana supaya meningkat dan kembali ontime. (Mba fira sampai dicontohin ngobrol loh sama abang dengan cara yang sangat lembut pakai pesan suara)
Sama seperti kita yang bisa membuka jilbab, tapi kita memilih untuk menutup aurat itu sudah kebaikan. Kita bisa memilih bukan IG sampai berjam-jam sampai mengabaikan anak tapi lebih memilih membacakan buku mereka itu sudah kebaikan.
Kadang kita sebagai orangtua pengen dia bisa seperti ini dan itu, karena gak bisa jadinya terlihat gak bagus, padahal anak kita udah bagus dari sananya.
Terima kasih buat Ibu Okina dan Mba Fira Β atas seluruh kucuran ilmunya, aku nikmati banget proses tumbuh kembang saya menjadi ibu yang bisa menentukan respon emosi sendiri. Barakallah.

Masih ada 5 menit sebelum masuk kelas, abang sempatkan baca buku dulu.